Thursday, May 19, 2005

Two Big Books

Books..books…books… ada banyak macam buku yang suka kubaca, tapi kali ini aku ingin menulis mengenai dua buku yang cukup ‘spesial’. Spesial bukan karena they’re my favourite.. melainkan karena banyak sekali orang yang membicarakannya di luar sana, dan tidak jarang aku melihat, bertemu, atau bahkan mencuri pandang :P orang yang sedang membawanya.

Salah satunya adalah novel karangan Dan Brown. Ya, Dan Brown si penulis Da Vinci Code, sebuah novel thriller-seni-religi yang menghebohkan dunia bahkan sampai saat ini. Tapi bukan karya fenomenal itu yang ingin kubicarakan. Melainkan novel terdahulu Dan Brown. Ditulis kurang lebih tiga tahun sebelum Da Vinci Code. Yup, it’s Angels & Demons that i’m talking about :)

Sebenarnya aku agak kecewa setelah membaca DVC, endingnya kurang menggigit. Rasanya seperti naik roller coaster yang sangat curam dengan kecepatan super tinggi dari awal, tapi kemudian melambat... semakin melambat... and next thing you know... kamu berakhir di atas sebuah gondola di Venesia... Membosankan. Mungkin saran temanku memang tepat untuk ”mempersatukan” Dan Brown yang sangat konspiratif dan historikal tapi tumpul di ending, dengan Agatha Christie yang seringkali menulis ending secara brillian dan unpredictable. Hm... apa jadinya yah kalau ada novel duet? He..he..

Namun begitu, setelah mendengar banyak orang membicarakan Angel & Demons, mau tidak mau insting ’ingin membaca’ ku mulai tergugah untuk menilik karya Mr. Brown yang satu ini. Penasaran jadinya, apa sih isinya? Apa memang sebagus yang dikatakan orang-orang atau.... ini sekedar fenomena tipping point? :P

Beberapa kali kurencanakan untuk membeli atau mencari pinjaman novel ini, namun karena memang bukan prioritas, seringkali pula terlupa. Sampai pada akhir pekan yang lalu aku melihat edisi original novel itu di Periplus Book Store. Ehm..very tempting... Harus kuakui bahwa buku itu nampak menggoda sekali untuk dibeli. Untung saja otak kiriku masih bekerja keras menghitung jumlah rupiah yang bisa kuhemat bila membeli edisi bahasa indonesianya saja.

Setelah berhasil menahan diri tidak membeli edisi original, ternyata godaan untuk membaca buku itu semakin tak tertahankan. Akhirnya hari Senin yang lalu kuputuskan untuk membeli the Indonesian version. Fiuh…senangnya…. Bukan cuma karena akhirnya bisa membaca novel itu, melainkan karena dari selisih harga versi indonesia dengan yang asli, aku masih bisa mendapatkan buku Tarbiyah Hasan Al Banna plus kembalian sebesar tiga belas ribu rupiah… he..he.. perhitungan banget yah?? ;)

Oke, berikutnya aku menghabiskan kurang lebih 10 jam berkutat dengan novel super tebal yang merupakan cetakan ke tujuh itu (wauw, ternyata aku memang benar-benar terlambat ya membacanya. Kalau dibandingkan dengan DVC yang kumiliki, yang merupakan cetakan pertama edisi Indonesia), tidak termasuk waktu sholat, makan, dll. Penasaran rasanya ingin cepat menamatkan. Walau mata dan fisikku sudah agak lelah sisa UAS sostekin sore harinya, tetap saja kubuka terus lembar demi lembar.

Dan, taraaa.. keesokan harinya selesai juga.. fiuh... :)

Hm... satu kalimat yang terlintas di benakku setelah selesai membacanya ”aku paham kenapa DVC lah yang lebih dulu populer daripada Angels & Demons, padahal A&D diterbitkan lebih awal”. Alasannya, mungkin karena DVC tampil lebih matang dan tidak terjebak pada scene-scene yang enggak penting dan membosankan. Beberapa kali aku sempat merasa bosan membaca A&D (mungkin juga karena pengaruh letih), padahal rasa itu tak pernah kudapatkan saat membaca buku yang benar-benar menarik.

Selain itu, menurutku DVC lebih elegan dalam membahasakan ceritanya. Aku sangat menyayangkan sedikit bumbu seksualitas yang tersamar pada A&D. Untung saja enggak terjerembab jadi Biru-nya Fira Basuki (no offense :P).

Walau begitu, kuakui bahwa A&D memiliki jalan cerita yang lebih pelik, daaaan.. ending yang lebih menggigit daripada DVC. Aku sempat terjebak pada pemikiran ”hm....ternyata ini cuma novel religi katolik berkedok petualangan ”. Sempat kukira pula ini adalah semacam permintaan maaf Mr. Brown kepada pihak-pihak yang merasa tersinggungg atas DVC. Tapi setelah mengingat bahwa A&D ditulis jauh sebelum DVC...pemikiran itu jadi tampak tidak relevan. Dan akhirnya keanehan itupun ”dijawab” di akhir cerita. Sekali lagi Mr. Brown menunjukkan keberaniannya membuat urat syaraf beberapa pihak menegang.

Intinya, menurutku buku itu bagus. Tapi, aku tidak berniat memasukkannya dalam daftar buku favorit, dan juga tidak tertarik untuk merekomendasikannya ke orang lain. Masih banyak buku bagus yang lain ;) Buat yang enggak sependapat, hm...mungkin beda selera aja kali ya.. :) It’s OK kan..

Buku kedua yang ingin kubicarakan jugalah sebuah novel, maaf ya kalau terkesan enggak bermutu, ”novel mulu sih” :P

Kebetulan masih berkisar novel religi. Pasti sebagian besar teman-temanku sudah pernah membacanya atau minimal pernah melihat deh. Novel ini sebenarnya merupakan cerita bersambung yang pernah dimuat di harian umum Republika. Nah, sudah ketebak pastinya ya. It’s ”Ayat-ayat Cinta”.

Pertama kali ku mendengar novel ini dari seorang teman dekat. Waktu itu aku agak heran karena tiba-tiba dia seperti bersikeras untuk meminjamiku novel tersebut

”bagus deh, nanti aku pinjemin”
.. tumben gitu loh.. :D

Tapi beberapa lama dia lupa membawanya. Aku tidak terlalu penasaran sih. Toh aku juga memang enggak tahu novel apa itu. Sampai pada satu kesempatan aku sedang melihat-lihat di lapak buku bang Irfan di Gelap Nyawang. Dan aku melihat buku itu ’nangkring’ di tengah-tengah buku yang lain. Daaaan, seperti bisa ditebak, akhirnya aku pun membawanya pulang. Itu terjadi sekitar 3-4 bulan yang lalu.

Kudapati banyak sekali orang menyukai novel yang satu itu, entah kenapa. Menurutku, memang sangat menyenangkan membaca kalimat demi kalimat dalam novel karangan Habiburrahman El Shirazy itu. Masih terasa panasnya gurun sahara, keringnya tenggorokan pada siang hari di Mesir, dan segarnya ashir mangga.. hm... :P~ Cantik sekali cara penulis mengalirkan jalan cerita. Sederhana. Namun manis terasa.

Dari segi penulisan memang tidak ada yang mengecewakan. Namun, aku cukup kecewa dari sisi lain, yang sayangnya merupakan sisi terpenting dari sebuah cerita fiksi, yaitu jalan cerita.

Agak tidak masuk akal dan tak realistis menurutku, atau kalau boleh kusebut sebagai ’an iritating imagination’. Hm...semoga tidak terlalu kejam. Tidak realistis karena penulis membuat sebuah karakter dengan kehidupan yang sungguh sempurna. Sempurna karena Fahri, si tokoh utama, diceritakan sebagai seorang laki-laki yang secara kebetulan ”dianugrahi” cinta dari seluruh tokoh wanita muda di novel itu. Kuamati bahwa satu-satunya tokoh wanita yang tidak jatuh cinta dengannya adalah tokoh figuran bernama Farah. Rasanya sungguh tidak masuk akal. Belum lagi karena tiba-tiba seorang wanita Turki cuantik dan luar biasa kuaya, yang baru dikenalnya dalam metro (semacam kereta api), menawarkan diri untuk menikah dengan si tokoh utama ini. Oh, cukup sudahlah segala omong kosong ini.

Tidak bermaksud pedas, tapi memang itulah pendapat yang kurasakan setelah membaca AAC. Seakan-akan inti cerita novel ini adalah refleksi impian setiap lelaki. Ceritanya dia hanya seorang lelaki sederhana yang tidak pede untuk melamar wanita manapun, namun tiba-tiba seluruh wanita jatuh cinta padanya, kemudian dia mendapatkan istri sempurna VERSI LAKI-LAKI, cantik dan kaya. Bahkan saat ’cobaan’ menerpanya, dengan segala kejanggalan diapun diangkat dari sana, dan seperti perkiraan semua orang................ ceritanya berakhir dengan bahagia.

Duh, please dong. Life isn’t that simple.

Padahal dari segi lain, novel ini sungguh merupakan perwujudan novel religius Islami yang sungguh menggugah jiwa. Catatan kaki yang diturutkan penulis juga menunjukkan niat mulianya untuk mendidik selain menghibur. Namun mengapa novel itu harus dibumbui dengan segala angan-angan yang terkesan ’maksa’.

Bahkan aku sempat khawatir kalau banyak orang yang membacanya akan berasumsi bahwa itulah gambaran kehidupan seorang aktivis (tokoh utama dalam novel itu dapat dikatakan seorang ’aktivis’). Penuh dengan keindahan yang tak terbayangkan sebelumnya. Padahaaal... hm... setauku jalan itu adalah jalan yang penuh onak dan duri. Aku sering melihat orang-orang yang mengorbankan mimpi-mimpi indah keduniawian mereka untuk digadaikan dengan idealisme.

Begitu khawatirnya, sampai-sampai aku meng-add yahoo ID si penulis buku dalam Ym! ku. Walau sayang ternyata dia suangat uamat juarang on line. Mungkin juga karena yahoo ID tersebut hanya dipakai untuk berhubungan dengan pembaca novelnya. Pernah suatu kali dia online (benar-benar cuma satu kali selama ini), namun aku terlalu bingung untuk memulai percakapan

”Halo saya pembaca novel Anda, saya rasa isi ceritanya terlalu memperpanjang angan. Sangat mengkhawatirkan”
, enggak mungkin kan? ~~ Akhirnya, daripada stress... kutuangkan saja perasaan dalam blog ini. Hehe, becanda deng :P

Nah selesai deh membahas dua novel. Mohon maaf untuk yang tidak sependapat. But i’m not gonna change my opinion, peace! ^^

0 Comments:

Post a Comment

<< Home