Friday, March 07, 2008

First Experience

Siapapun yang telah mengenalku cukup dekat dan lama pastilah tahu bahwa aku sering sekali terjangkit penyakit flu. Bisa jadi pada suatu ketika aku flu, kemudian sembuh dan sehat sekitar dua minggu, namun kemudian tiba-tiba aku sudah terkena flu lagi.

Yah, mereka bilang karena aku memang memiliki alergi yang sangat kuat terhadap debu dan udara dingin. Aku dapat dengan mudah jatuh sakit hanya karena berada di ruangan berasap rokok. Biasanya alergi tersebut menyerang tenggorokanku terlebih dahulu. Tenggorokan yang meradang membuat badanku demam, dan flu pun datang… suara ku mulai berubah bindeng, Kemudian batuk menyerang dan suaraku berubah menjadi agak bariton. Hmph…. It’s been a circle of life for me… penyakit itu seperti sudah menjadi bagian dari hidupku, dan aku belajar untuk terbiasa dengannya.

Sekitar awal februari yang lalu, aku terkena flu. Mau tau karena apa? Karena sebab yang konyol. Aku biasa menjalani ritual facial rutin, dan di salon kecantikan khusus wanita, kami biasa memakai kemben, karena selain wajah, beautician juga melakukan massage di bagian punggung. Saat itu aku sedang kelelahan, dan tempat tidurku berada tepat di bawah AC. Dan entah kenapa, beautician yang menanganiku, terlalu lama memberi waktu untuk pengeringan masker yang ia oleskan di wajahku. Berada di bawah AC, dengan hanya memakai pakaian minim, benar-benar bencana untuk alergiku.... Akibatnya, hanya dalam beberapa jam radang tenggorokan mulai menyerang.... hiks..bodohnya, pulang facial malah sakit :(

Dua minggu berlalu dan flu ku mulai mencapai tahap akhir. Sayangnya, di suatu hari senin, aku tiba-tiba merasa kepala bagian kananku sangat sakit. I hardly can’t think. Tapi aku menganggapnya sakit kepala biasa, aku tetap masuk kantor dan bekerja. Walau seharian aku memilih lebih banyak diam sambil terus bekerja, my head’s killing me! I can’t sleep, that’s a nightmare. Aku terpaksa mengkonsumsi pain killer agar bisa terlelap. Keesokan harinya aku bangun dengan kepala yang agak ringan, tapi segera setelah efek obat pereda rasa sakit itu menghilang, aku kembali merasakan sakit kepala di sebelah kanan. Dan anehnya, tidak seperti orang flu biasa yang mengeluarkan lendir, aku tak lagi mengeluarkan lendir dari hidung kananku, melainkan cairan berwarna kecoklatan berbau busuk. Aku tau ada yang tidak beres dengan itu. Dan kepalaku pun semakin sakit. Aku memutuskan pulang dari kantor agak awal, sekitar jam 5, dan langsung menuju RS terdekat dengan rumah.

Aku bertemu dengan dokter spesialis THT dan menceritakan keluhanku. Ia segera saat itu juga merujuk ku ke bagian radiologi untuk di rontgen bagian kepala. Tak sampai 15 menit hasil rontgen segera dianalisis. Dokter hanya mengatakan bahwa aku terkena Sinus. Well what a surprise. Kalau itu sih aku juga sudah tau dari lama. Dia mengatakan lagi, rongga sinus bagian depan (paranalis??? CMIIW) kananku sudah dipenuhi oleh nanah. Dan itu harus segera dikeluarkan, karena bila tidak akan menyebar ke rongga tengkorak bagian dahi, dan berikutnya ke tempat-tempat yang lebih parah lagi. Rongga sinus bagian depan kiriku pun telah hampir dipenuhi oleh nanah sejenis. Oh well, penjelasannya cukup membuatku terdiam.

Dokter menyarankanku untuk melakukan irigasi. Yaitu prosedur untuk membilas, mencuci, dan menyedot cairan dalam rongga sinusku itu. Untuk melakukan prosedur tersebut, pasien harus dibius total. Duh, kepalaku makin pusing mendengar kata-kata dokter itu. Apalagi saat itu aku hanya seorang diri, hiks mendadak aku merasa sangat lemah... Dan untuk menambah penderitaanku, dokter juga menyarankan untuk melakukan rekonstruksi tulang hidung. Karena tulang hidung dalam bagian kananku, cenderung bengkok dan menghambat pernapasan.

Well enough information for one night. Aku cuma berkata akan mempertimbangkan saran dari dokter itu, dan membawa pulang obat-obatan pereda rasa sakit yang ia berikan.

Aku memutuskan untuk mendapatkan second opinion. Dua hari kemudian, sepulang kantor aku pun menuju sebuah rumah sakit khusus THT. Rencanaku adalah bertemu dengan seorang profesor dan guru besar THT cukup terkenal yang praktek di RS tersebut. Sayangnya setelah menunggu cukup lama, seorang perawat mengabarkanku bahwa Prof tersebut tidak praktek hari itu. Untuk mengobati kekecewaan, akhirnya aku dipertemukan dengan dokter pengganti. Ia memperkenalkan dirinya sebagai kepala bagian THT di RSCM (penting ya??). Dokter inipun menganalisis hasil rontgenku dan memberi kesimpulan yang sejenis seperti dokter yang sebelumnya. Perbedaannya, ia tidak mengharuskanku untuk melakukan rekonstruksi tulang hidung. Karena menurutnya penyebab dari flu ku selama ini adalah alergi yang akut dan bukan karena tulang hidungku yang bengkok. Jadi tidak akan terlalu banyak pengaruh seandainyapun tulang hidungku direkonstruksi menjadi lurus.

Aku membawa informasi itu pulang. I slept on it, literally... Tentu saja aku tetap bisa menolak melakukan irigasi dan menanggung risikonya sendiri. Toh, I’m a grown up person... tapi logikaku memutuskan untuk melakukan prosedur itu. Walau seumur hidup aku belum pernah menjalani operasi, apalagi dengan bius total. Rasa cemas menyelimuti perasaanku. Bagaimana bila aku tidak bangun dari bius total? My beloved mother juga tidak pernah bangun lagi setelah melakukan operasi di bagian kepala. Ok, it scares me a little...

Tapi kuputuskan untuk melupakan ketakutan konyol itu dan berkata dalam hati “Singodipuron women don’t stop for fear. And your a Singodipuron Din, don’t embarassed your great great ancestors”.. Ok, arogansi trah keluarga kejawen ternyata mampu memompa semangatku. Akhirnya kuselesaikan semua urusan di kantor sebelum aku meminta izin kepada bosku untuk tidak masuk selama 3 hari. Segera setelah urusan jaminan perusahaan untuk rumah sakit beres, keesokan harinya aku datang ke RS untuk menjalani operasi irigasi sinus. Aku bertekad untuk sembuh.

--------------------------------------------------------------------------------------------------

And here I am… three days after first experience of an operation. And I did wake up :)

Labels:

Thursday, March 06, 2008

Ayat-Ayat Cinta, the movie

Akhir Februari yang lalu, akhirnya film yang telah lama kutunggu kehadirannya, mulai ditayangkan di bioskop-bioskop. Film ini diangkat dari novel religi berjudul sama yang terbit di tahun 2005, Ayat-Ayat Cinta. Ditulis oleh Habiburrahman El Shirazy alias Kang Abik. Novel itu sendiri telah menjadi best seller sampai sekarang, dan telah dicetak ulang ribuan copy.

I’m actually not a big fan of that novel (silakan cari di archive blog ini tulisan saya sebelumnya). Tapi fakta bahwa sebuah novel yang sarat akan nuansa Islami, difilmkan, dan ditayangkan di bioskop komersil bersama film-film Hollywood plus film-film horor standar Indonesia lainnya,…benar-benar menggelitik rasa penasaranku.

Aku sudah menunggu film ini tayang sejak akhir tahun lalu. Hal yang membuatku heran, kenapa penayangannya seperti ditunda-tunda. Padahal video klip dari soundtrack film ini yang dinyanyikan jeng Rosa sudah lama wira-wiri di layar kaca. Supaya masyarakat jadi tambah penasaran? Well I must admit, it did work!

February 24th, aku baru sadar bahwa film itu telah diputar di 3 bioskop ternama. Aku merasa kecolongan, karena mereka bilang tayangan perdananya adalah tanggal 28 Februari! Setelah mengikuti festival Cap Go Meh (yang sebenarnya dibatalkan, tapi aku terlalu bersemangat dan tidak sempat membaca koran pagi) di daerah kota tua, aku berhasil membujuk my sista dan bocah 14000, untuk beranjak ke bioskop terdekat. Sayangnya, karena kemacetan dan problem mencari tempat parkir, kami tidak berhasil mendapatkan tiket.. I’m so disappointed and determine to watch that movie no matter what! Hehe, kaya’ obsesi apaan gitu… :D

At the office the other week, sempat ada ajakan untuk nonton bareng rame-rame. Well, karena sekarang aku punya rekan seumuran, dan subord yang hanya sedikit lebih tua, ide itu cukup menarik juga. Sayangnya, karena kesibukan, ide itu menguap begitu saja…

And days goes by, akhirnya di hari Jum’at berikutnya, jadi juga aku menonton film itu. Tadinya sih ingin mengajak banyak orang, kaya’nya enak nonton rame-rame. Tapi karena mendadak, jadi ya cuma bisa berempat saja.

And here it goes… I must say that I kinda like that movie! Terlepas dari fakta bahwa banyak bagian film tersebut yang tidak sesuai dengan novelnya. Sebagai contoh:

  1. Karakter Maria digambarkan selalu memakai pakaian sopan, tertutup dan panjang. Di film sayangnya, yang terlihat adalah Maria yang cukup modis dengan rok selutut dan kemeja/kaos pas badan.
  2. Novel AAC sangat kuat dengan cara penulisan yang manis… Kita bisa merasakan suasana Mesir tergambar dengan jelas hanya dengan membacanya. Di filmnya, walau bersifat audio-visual, aku benar-benar tidak merasakan nuansa Mesir. Bisa dimaklumi karena pengambilan gambar untuk film tersebut dilakukan di India dan daerah kota tua Semarang (ha? Mesir di Semarang?? Becanda ya…)
  3. Penggambaran karakter Fachri oleh Ferdi Nuril terlalu “lembek”… Fachri yang yang kubaca di novel adalah sosok pemuda muslim sederhana yang memiliki prinsip yang kuat, tegas, tapi juga lembut dalam memperlakukan sesamanya. Sedangkan Fachri yang kulihat di film…hm…agak-agak mengecewakan… Terlalu cengeng, klemar-klemer dan terkadang jayus.
  4. Terakhir… aku sangat terganggu dengan suara cempreng Rianti yang memainkan sosok Aisha. Saat dia diam dan memakai cadar, penggambarannya sangat pas sekali. So angel-like.... Tetapi saat dia mulai membuka mulutnya dan bersuara, ugh... the angel just vanish! Rianti dear, would u consider dubbing? :P

Aku juga agak kecewa dengan pemilihan sutradaranya… (Kok Hanung Bramantyo ya??) Selama ini kan dia lekat dengan film-film seperti Get Married atau Kamulah satu-satunya. Pemilihan casting film juga agak membuatku heran…. Tapi…ya masih bagus mas Hanung enggak nunjuk Nirina Zubir jadi Aisha (selama ini Nirina selalu jadi favorit hanung untuk peran utama wanita).

Walau demikian, untuk sebuah film Indonesia, AAC cukup patut diacungi jempol. Genrenya sangat berbeda dengan film-film yang saat ini memenuhi studio bioskop. Kehadirannya seperti membuat kita tersadar, bahwa orang Indonesia tidak cuma bisa bikin film horor atau romansa ABG gak penting. Salut untuk MD Entertainment yang telah berani mengambil risiko dan memfilmkan AAC!

http://www.ayatayatcintathemovie.com/


Labels: